Indonesiadaily.net – Tahun 2025 segera hadir dalam beberapa hari ke depan. Tantangan berkarier dan berbisnis di sektor kesehatan semakin ketat. Para dokter, apoteker, tenaga vokasi farmasi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya, harus memiliki kompetensi di bidang hardskill- sebagai pondasi profesional di bidang kesehatan. Namun, kompetensi hardskill saja, ternyata tidak cukup tenaga kesehatan juga harus ditunjang oleh kompetensi softskills- yang akan mampu meningkatkan daya saing profesi kesehatan, agar tetap
kompetitif menghadapi dunia kerja dan bisnis di sektor kesehatan.
Menurut Coach Karyanto, personal branding export yang memiliki pengalaman di industri farmasi
dan alat kesehatan lebih dari 20 tahun- bahwa di era digital, profesi tenaga kesehatan harus
ditunjang oleh kemampuan komptensi softskill yang handal.
“Softskill public speaking dan personal branding adalah dua softskill yang menjadi kebutuhan utama profesi di bidang kesehatan era digital,” ungkap Coach Karyanto di hadapan ribuan eserta
Webinar Pengurus Pusat Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI).
Menurutnya, di era persaingan yang sangat ketat ini, personal branding bukan sekedar pilihan bagi tenaga kesehatan, tetapi sebuah kebutuhan.
“Tingkatkan kredibilitas, perluas visibilitas, dan raih akses peluang karier dan bisnis baru dengan membangun personal branding yang kuat bagi para Tenaga kesehatan Indonesia,” tambah Coach
Karyanto.
Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukan bahwa 63 persen orang cenderung membeli produk atau
jasa dari orang yang dikenal baik dan memiliki reputasi yang kuat (personal branding). Kemudian 57 persen dari
mereka juga bersedia merekomendasikan orang tersebut ke teman atau kenalannya. 55 persen
kemungkinan akan melakukan bisnis dengan orang yang punya personal branding yang kuat.
Coach Karyanto memaparkan ada tujuh softskill utama untuk menghadapai tantangan karier dan
bisnis tahun 2025, yaitu communication skills and personal branding, critical thinking and problem, solving, leadership and collaboration, adaptability and resilience, creativity and innovation, time
management and productivity, emotional intelligence.
Ia menjelaskan alasan seseorang harus membangun personal branding. Menurutnya orang
baik belum tentu dikenal sebagai orang baik. Orang kompeten belum tentu dikenal sebagai orang
kompeten. Demikian sebaliknya, persepsi publik dapat berbeda dengan realita. Untuk itu, diperlukan personal branding.
“Inilah realitas kehidupan, terkadang fakta tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di
masyakarat. Jangan sampai personal brand kita, justru dibangun oleh orang lain,” tuturnya.
Coach Karyanto menambahkan bahwa ciri-ciri seseorang memiliki growth mindset, antara lain berpendapat kecerdasan dapat dikembangkan, berani menerima tantangan, kesuksesan
dijadikan motivasi, kegagalan sebagai proses pembelajaran, konsisten mencapai tujuan, feedback
sebagai cara mendapatkan perbaikan.
Mengutip pendapat Montoya, Pakar Personal Branding, Coach Karyanto menyebutkan bahwa personal branding merupakan proses yang mengantarkan seseorang memiliki keterampilan,
kepribadian dan karakteristik yang unik, membingkainya menjadi identitas diri yang sangat kuat melebihi pesaing.
Dalam pandangan Coach Karyanto, ada lima benefit jika Tenaga Kesehatan membangun personal branding, yaitu meningkatkan karier dan bisnis, meningkatkan visibilitas, membangun jaringan profesional, meningkatkan kredibilitas, dan meningkatkan kehadiran digital.(*)