Indonesiadaily.net, Banyuwangi – Dewan Pimpinan Wilayah Jaringan Pendamping Kinerja Pemerintah (DPW JPKP) Jawa Timur menduga merosotnya pendapatan negara dari pajak tambang galian C di Kabupaten Banyuwangi ada indikasi kebocoran.
Berdasarkan data yang dihimpun DPW JPKP Jawa Timur, pendapatan daerah Kabupaten Banyuwangi dari sektor pertambangan jenis galian C sejak 2019 angkanya terus menurun.
Tahun 2019 pendapatan daerah dari tambang galian C sebesar Rp 687.197.329. Berikutnya Tahun 2020 menurun menjadi Rp 251.186.282.
Bahkan penurunan terus terjadi, di Tahun 2021 hanya Rp 202.128.150. Berikutnya Tahun 2022 sempat naik menjadi Rp 278.374.800. Namun di Tahun 2023 kembali menurun menjadi Rp 183.872.225.
Ketua DPW JPKP Jawa Timur, Siswanto, menjelaskan, berdasarkan hasil penelusuran di Pemda Banyuwangi, jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar penambang galian C besarnya 25 persen dari harga pasar.
“Harga pasar masing-masing komoditas tambang galian C di Banyuwangi telah diatur dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/1003/KPTS/013/2022 tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Provinsi Jawa Timur, serta Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/392/KPTS/013/2019, tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Provinsi Jawa timur,” tegasnya.
Banyaknya aktivitas tambang galian C di Banyuwangi menurutnya tidak berbanding lurus dengan pendapatan daerah yang didapat dari sektor ini.
Setiap tahun dari sejumlah tambang galian C di Banyuwangi, baik yang berizin maupun tidak berizin, hanya beberapa saja yang membayar pajak.
Padahal sebelumnya pernah dilakukan penertiban oleh petugas terhadap 31 aktivitas galian C, yakni pada tahun 2022 dan tahun 2023 kemarin. Namun hal itu tak memiliki imbas yang signifikan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lanjut Siswanto, menyebut jika aktivitas kegiatan pertambangan galian C di Banyuwangi dapat didalami dengan melakukan penyelidikan, dengan cara menggunakan Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Perpajakan, dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tepatnya pada Pasal 161B (1), setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi pascatambang dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan atau dana jaminan pasca tambang, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Siswanto pun berharap pihak yang memiliki kewenangan dan masyarakat, untuk bersama-sama mengungkap kegiatan yang merugikan pendapatan negara ini.
Pewarta Irham
Editor Sigit