Indonesiadaily.net, Bogor– Warga Cluster Grand Alifia Bogor menuntut pihak pengembang, Manakib Rezeki secepatnya melakukan proses pengikatan Akta Jual Beli (AJB). Parahnya, proses pengikatan AJB ini tidak hanya menimpa warga yang mengambil rumah lewat mekanisme kredit, tapi juga mereka yang sudah lunas.
Salah satunya, Firly Gustian Saputra, hingga kini belum menerima sertifikat rumahnya, padahal sudah melunasi kredit rumah di Bank BNI cabang Bogor.
“Awalnya, siapa sih yang nggak tertarik ya dengan cuma booking fee 2 juta udah free yang lain-lain gitu kan free AJB juga malah kan di janjinya, cuma kenyataannya kan tahu sendiri lah sampai sekarang belum AJB. Itu di tahun 2021,” ujar Firly, Bogor, Rabu (3/7/2024).
Firly menuturkan awalnya membeli rumah di Cluster Grand Alifia melalui mekanisme KPR di BNI Cabang Bogor Agustus 2021. Ia kemudian memutuskan untuk melunasi pada Februari 2024 karena menjadi korban pengurangan karyawan.
Meski telah melunasi KPR, ia hanya menerima surat keterangan lunas KPR dan surat PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) yang asli.
“Sudah lunas (KPR) tapi belum memegang apa-apa. Belum megang apa-apa tuh dalam artian perihal kayak sertifikat rumah ya karena cuman PPJB doang yang dipegang,” ungkap Firly.
“Hanya bukti lunas saja. Tidak dapat sertifikat apa-apa,” sambungnya.
“Dari BNI itu enggak ada jaminan apa-apa (sertifikat) selain PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli). Jadi yang ada di BNI cuma ada PPJB. BNI melarikan (mengarahkan) sebutlah saya nasabah untuk menanyakan (sertifikat) ke pihak developer,” tutur pria berkacamata itu.
Firly pun mencoba menghubungi pihak pengembang, Manakib Rezeki. Namun hingga saat ini ia tidak mendapatkan jawaban.
“Dari awal Maret sampai sekarang. Awalnya cuman nanyain kan ke marketing, dari marketing dilempar suruh tanyakan ke CRM. Dari situ nanya ke CRM sampai sekarang enggak pernah ada jawaban sama sekali,” ucap Firly.
“Chat pun nggak pernah dibales sampai detik ini,” imbuhnya.
Firly pun berniat untuk melapor ke Bank untuk menanyakan sertifikat rumahnya, tetapi belum menemukan waktu yang tepat.
“Kok nggak ada sertifikatnya gitu kan secara kan ini contohnya kan KPR sudah lunas kan harusnya ada sertifikat,” katanya.
Ia pun berharap, pihak bank mau memediasi pertemuan dengan pihak pengembang dengan dirinya dan warga Cluster Grand Alifia yang hingga kini belum menerima sertifikat rumahnya.
‘Emang kayaknya harus dipertemukan deh. Klo begitu kan harus didatengin dulu pihak bank. Nanti kita coba atur waktunya. Harusnya seh tiga pintu ya, nasabah bank developer untuk menanyakan hal ini,” ucap Firly.
Permasalahan serupa tapi tak sama dialami oleh Eko Budi Nugraha. Pria berusia 33 tahun itu sudah membeli lunas rumahnya dari pengembang Manakib Rezeki sebesar 306 juta. Namun sudah 3 tahun berjalan, ia belum juga menerima sertifikat rumah yang ditempatinya dari pihak pengembang.
“Gue beli rumah bulan Agustus 2021 dan melunasinya secara bertahap hingga September 2021,” buka Eko.
Menurut Eko dirinya sempat dipertemukan dengan seorang notaris untuk pengikatan jual beli. Saat itu sang notaris menjamin jika tanah tersebut memang milik Manakib Rezeki, hanya saja belum dipecah.
“Di Agustus gue ketemu sama notaris Novita Zahra sekaligus pengikatan jual beli (PPJB). Nah di situ dijelasin bahwa sebetulnya tanah ini aman kok pak, jadi sebetulnya legalitasnya ada,” ungkap Eko.
Namun menurut Eko, dalam PPJB tersebut tidak tertulis kapan pihak pengembang akan memberikan sertifikat rumah.
“Yang tertulis itu hanya ketika syarat-syarat ini sudah selesai terpenuhi baru (sertifikat) akan diberikan. Hanya diberikan jangka waktu rumah akan dibangun selama 12 bulan dari pelunasan ini dan memang jadi walaupun memang hasilnya enggak bagus enggak maksimal lah,” tutur Eko.
“Komplain juga kayaknya susah gitu ya. Enggak terlalu ditanggepin banget. Makanya kita juga ada renov-renov sendiri,” imbuhnya.
Harapan pria itu sedikit membuncah kala ia mendengar kabar pihak pengembang akan membagikan sertifikat sekitar November lalu. Ia berharap namanya masuk dalam daftar penerima sertifikat mengingat dirinya membeli rumah secara cash. Pasalnya, ia mendapat informasi, pihak pengembang menjanjikan bagi pemilik yang rumahnya sudah lunas langsung dapat sertifikat.
Namun kenyataan tidaklah sesuai dengan harapan. Namanya tidak masuk dalam daftar. Ia pun menanyakan hal itu ke pada pihak developer.
“Oh iya nanti hubungi aja CRM Pak, nanti dari CRM yang akan menjelaskan, tapi surat bapak lagi diproses,” ujar Eko menirukan pernyataan pihak developer.
Eko pun mencoba mengikuti arahan yang diterimanya. Awalnya ia dijanjikan bahwa sertifikat rumahnya akan selesa dalam jangka waktu 6 bulan. Namun setelah 6 bulan menunggu kabar dan kemudian kembali menghubungi pihak develepor ia tidak mendapatkan jawaban.
“Bulan Juni ya Juni atau Mei gitu, pokoknya 6 bulan dari November itu gue tanya lagi dong. Itu tuh enggak ada respon sama sekali dari CRM,” ucap Eko.
Menurutnya, jika Manakib Rezeki kesulitan keuangan seperti selentingan kabar yang beredar, seharusnya memberikan informasi walaupun menurutnya itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyelesaikan sertifikat rumahnya.
“Itu (kabar kesulitan keuangan) malah ngebuat gue makin was-was gitu, panik akan legalitas rumah gue kapan nih, at least dia ngejawab (WA) deh. Pada hal beberapa kali gw lihat online tapi nggak dibales. Wah ini berarti gak ada itikad baik, at least ngejelasin deh ke kami” serunya.
“Kita waswas maksudnya kejelasan kita gimana gitu yang lunas ini apakah betul mereka komitmen (memberikan sertifikat) karena kita beli cash loh kenapa sampai sekarang gak ada kejelasannya. Harusnya kan kalo kita beli cash ya harusnya kita langsung dapet (sertifikat), mau itu KPR atau enggak. Misalnya KPR neh gw, terus gw lunasin itu juga harusnya udah dapet sertifikatnya. Ini kan gak ada,” tuturnya.
Eko pun menegaskan ingin melihat sampai sejauh mana pihak pengembang mau bertanggung jawab.
“At least ngebales (WA) deh. Kalau memang enggak bisa ya disampaikan aja nggak bisa minta waktu atau apa. Ini kan enggak ada. Betul-betul putus gitu hubungan-hubungan komunikasinya,” tukasnya. (Ibnu)