Indonesiadaily.net – Warga China tampaknya sedang was-was, pasalnya belum lagi ini pemerintah China tengah mempertimbangkan penerapan undang-undang baru untuk menghukum warga yang mengenakan pakaian yang menyinggung perasaan rakyat China. Lalu, pakaian apa yang nantinya dilarang pemerintah China? Berikut rinciannya.
Rancangan RUU yang diusulkan termasuk pakaian atau ucapan yang merugikan semangat rakyat China dan melukai perasaan rakyat China. RUU ini pertama kali diumumkan pada awal September lalu sebagai bagian dari proses wajib “meminta pendapat,” seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap pemerintahan Presiden Xi Jinping yang semakin otoriter dan nasionalis.
Melansir laporan BBC, jika RUU tersebut disahkan, maka masyarakat China yang dinyatakan bersalah dapat dikenai sanksi denda atau dipenjara. Meski demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa saja yang dikualifikasikan sebagai pelanggaran.
Sementara ini, RUU tersebut mengusulkan bahwa orang yang menggunakan atau memaksa orang lain untuk mengenakan pakaian dan simbol bersifat “menghancurkan semangat atau melukai perasaan bangsa China” dapat dipenjara selama 15 hari atau denda hingga 5 ribu yuan atau sekitar Rp10,4 juta (asumsi kurs Rp2.089/yuan).
Selain itu, pihak yang membuat atau menyebarkan artikel, ucapan, atau pidato yang “menghancurkan semangat atau melukai perasaan bangsa China” juga akan mendapat hukuman serupa.
RUU yang diusulkan juga melarang masyarakat China untuk menghina, mencaci, atau merusak nama-nama pahlawan lokal dan pahlawan yang gugur, serta merusak patung-patung peringatan di China.
Sontak, RUU ini langsung menimbulkan kontra dari para pengguna media sosial dan pakar hukum China. Dalam kritiknya, masyarakat China menyerukan pemerintah untuk tidak melakukan penegakan hukum yang berlebihan.
Selain itu, warganet China juga mempertanyakan bagaimana penegak hukum bisa menentukan secara sepihak bagaimana “perasaan” bangsa China “terluka.”
“Apakah mengenakan setelan jas dan dasi dianggap melukai perasaan? Marxisme berasal dari Barat. Apakah keberadaannya di China juga akan dianggap sebagai melukai perasaan nasional?” tulis salah satu pengguna Weibo.
Dalam artikel yang sama, Zhao mengutip salah satu kasus, yakni ketika seorang perempuan ditahan di kota Suzhou akibat menggunakan pakaian tradisional Jepang, Kimono. Pada kasus itu, perempuan tersebut dituduh “memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah” karena mengenakan Kimono.
Selain itu, pada Maret lalu, polisi menahan seorang perempuan yang mengenakan seragam militer Jepang palsu di pasar malam.
Pada Agustus lalu, kelompok yang menggunakan pakaian dengan gambar pelangi juga ditolak untuk masuk ke konser penyanyi Taiwan, Chang Hui-mei, di Beijing.
Rancangan undang-undang ini adalah salah satu contoh penerapan Presiden China, Xi Jinping, untuk mendefinisikan nilai ideal masyarakat China sejak ia naik ke kepemimpinan pada tahun 2012
Pada 2019, Partai Komunis China di bawah pimpinan Xi mengeluarkan “panduan moral” yang mencakup petunjuk, seperti bersikap sopan, bepergian dengan jejak karbon yang lebih rendah, dan memiliki “iman” kepada Xi dan partai.(*)
Editor : Nur Komalasari