Indonesiadaily.net – Ketika mendapat warisan, kebanyakan orang mungkin akan merasa bahagia. Namun lain halnya dengan kisah perempuan muda satu ini ketika mendapat warisan sepuluh juta USD atau setara Rp151 miliar dari keluarganya yang kaya raya. Ia mengaku ‘kesal’ dan memutuskan menyumbangkan 90 persen dari warisannya untuk amal.
Perempuan bernama Marlene Engelhorn adalah cucu dari Traudl Engelhorn-Vechiatto yang berusia 94 tahun, seorang anggota keluarga industri terkenal Jerman. Traudi merupakan keturunan dari Friedrich Engelhorn, yaitu pendiri perusahaan raksasa kimia BASF pada tahun 1865, sebagaimana dilansir dari laman Oddity Central.
Kakak ipar Traudl, Curt, menjalankan bisnis keluarga hingga tahun 1997, ketika akhirnya dijual ke Roche seharga sekitar 11 miliar USD. Pada saat penjualan, nenek Marlene menerima sekitar 2,45 miliar USD (sekitar Rp38 triliun), membuat kekayaannya melambung menjadi 4,2 miliar USD (Rp65 triliun).
Ketika meninggal dunia pada awal tahun 2022, nenek Marlene mewariskan 10 juta USD atau setara Rp155 miliar kepada Marlene. Yang bikin geger, perempuan berusia 29 tahun itu mengaku tidak menginginkan warisan tersebut. Ia pun memutuskan untuk memberikan warisannya untuk beramal.
Ia memahami bahwa keputusannya mungkin terdengar aneh buat sebagian orang, namun ia memiliki alasan tersendiri. Apa alasannya?
Sebenarnya, Marlene tidak menentang untuk menjadi sosok orang kaya. Namun, ia tidak ingin menjadi sekaya itu usai mendapatkan warisan dari keluarganya. Ketika ia mengetahui neneknya mewariskan hartanya kepadanya, alih-alih bahagia, ia malah merasa kesal.
“Seharusnya bukan keputusan saya soal apa yang harus dilakukan dengan uang keluarga saya, di mana saya tidak berkontribusi [terhadap uang tersebut],” ungkap Marlene.
“Mengelola warisan itu membutuhkan banyak waktu. Itu bukan proyek hidup saya,” lanjutnya.
Selama dua tahun terakhir, Marlene sebenarnya sudah mengetahui kabar soal warisan keluarganya. Ia pun juga telah memutar otak bagaimana cara agar ia tidak mendapatkan warisan tersebut.
Kini, ketika ia mendapatkan warisan, pilihannya adalah memberikan 90 persen dari warisan tersebut kepada badan amal. Namun di sisi lain, ia sebenarnya juga tidak menyukai fakta bahwa ia harus menentukan lembaga atau siapa yang akan menerima uang tersebut. Sebab, ia tidak pernah berkontribusi untuk menghasilkan uang tersebut.
“Ini bukan masalah kemauan, tapi keadilan. Saya tidak melakukan apa pun untuk menerima warisan ini. Ini murni keberuntungan dan murni kebetulan,” ungkap Marlene.
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan VICE, Marlene memberikan kritik terhadap orang kaya di dunia yang terlibat dalam kegiatan filantropi dengan sebagian kecil dari harta mereka, dengan tujuan untuk menghindari membayar pajak. Menurut Marlene, perilaku tersebut tidak seharusnya dinormalisasi karena tidak jujur.
Di tengah kesenjangan ekonomi dan diskriminasi yang terjadi, menurut Marlene, tidak pantas rasanya sebagian orang memiliki harta kekayaan yang luar biasa. Dia menganggap redistribusi kekayaan yang lebih adil dan pajak yang lebih tinggi pada orang super kaya penting diterapkan untuk kesejahteraan peradaban manusia.
Marlene sendiri merupakan seorang mahasiswa di Universitas Wina, Austria. Ia juga merupakan anggota dari Millionaires for Humanity dan promotor inisiatif Tax Me Now, yaitu grup yang berisikan sekelompok orang kaya di Jerman yang mengkampanyekan pajak yang lebih besar atas penghasilan mereka.
Forbes memperkirakan kekayaan bersih keluarga Marlene mencapai 4,2 miliar USD atau setara Rp65 triliun. Terlepas dari kekayaan mereka, keluarga Marlene terkenal murah hati dalam menyumbang ke berbagai tujuan filantropis. Misalnya, mereka mendanai karya ilmuwan muda, pusat arkeologi, dan program musik.
Usai menyumbangkan hampir seluruh warisannya, Marlene mengungkapkan bahwa ia belum tahu seperti apa rencananya di masa depan. Namun satu yang pasti, ia ingin menjadi sosok pekerja keras.
“Saya belum tahu itu [soal masa depan]. Tapi aku ingin bekerja keras. Seperti halnya orang lain,” tuturnya.(*)
Editor : Nur Komalasari