Kamis, Desember 5, 2024

Tolak Modernisasi, Tiga Desa Ini Ogah Dialiri Listrik, Mana Saja ya?

 

Indonesiadaily.net – Di tengah gencatan pasokan listrik yang semakin tinggi di suatu daerah, tiga desa di Indonesia ini tidak menuntut pemerintah untuk memasok listrik ke daerahnya. Kira-kira desa mana aja yang menutup diri untuk dialiri listrik. Yuk simak ulasan berikut ini.

1. Kampung Naga

Kampung Naga yang berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya rupanya menolak wilayahnya dialiri listrik. Bahkan mayoritas dari mereka juga menolak modernisasi terkait peralatan masak yaitu kompor gas. Mereka memilih untuk menggunakan tungku dan kayu bakar.

Selain adanya aturan adat tidak menerima aliran listrik masyarakat Kampung Naga juga menerapkan aturan adat lain yang tidak boleh dilanggar.

Konon, siapa pun dilarang menapaki hutan keramat yang berada di seberang sungai Ciwulan. Bagi yang membutuhkan sesuatu dari hutan itu untuk keperluan pengobatan diperbolehkan memasukinya. Tapi ada syaratnya, salah satu kaki harus tetap terendam di sungai Ciwulan. Terdengar susah bukan?

Selain itu, jumlah rumah di Kampung Naga tidak boleh bertambah. Itu artinya hanya ada 112 bangunan di Kampung Naga termasuk masjid, balai pertemuan, dan Bumi Ageung. Ngomongin Bumi Ageung, bangunan ini adalah sebuah rumah yang disakralkan oleh masyarakat adat Kampung Naga.

Baca Juga  Mengerikan! Ini Prediksi Bentuk Manusia di Tahun 3.000

Sama halnya dengan hutan keramat tadi, tidak sembarang orang bisa masuk dan dilarang keras memotret Bumi Ageung. Perihal apa yang tersimpan di dalam Bumi Ageung, hanya pengurus adat saja yang tau.

2. Desa Adat Ammatoa

Ammatoa, sebuah desa adat yang didominasi dengan kawasan hutan. Desa ini berada di wilayah Tana Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Didominasi kawasan hutan, rumah penduduk Ammatoa berbahan dasar kayu dengan bentuk panggung memanjang. Saat mengunjungi desa adat ini, jangan berharap dapat menjumpai kendaraan mesin berlalu lalang ya. Sebab, Desa Ammatoa masih jauh dari modernisasi.

Bicara Desa Adat Ammatoa, apa sih arti dari ‘Ammatoa’ itu? Ternyata Ammatoa merupakan sebuah sebutan untuk kepala Suku Kajang. Mengutip beberapa sumber konon, cara hidup masyarakat Ammatoa diatur oleh Pasang, yakni petuah yang disampaikan oleh leluhur secara lisan dan diyakini jika dilanggar akan mendapatkan hal buruk di kemudian hari.

Baca Juga  7 Alasan Orang Cerdas Lebih Suka Menyendiri, Kalian Termasuk?

Selain itu, Suku Kajang di Ammatoa ini meyakini wilayahnya, Tana Towa merupakan tanah tertua yang ada di dunia jauh sebelum adanya kehidupan.

Desa Adat Ammatoa ternyata juga memiliki warna khas lho. Warna hitam menjadi warna khas masyarakat setempat dan menyimpan filosofi hidup tersendiri

Hitam dimaknai sebagai perjalanan hidup seseorang dari gelapnya rahim di kandungan ibu kembali ke gelapnya liang kubur saat meninggal.

Lantaran warna hitam menjadi ciri khas desa tersebut, dalam keseharian masyarakat menggunakan pakaian berwarna hitam. Baik dari sarung, baju, hingga penutup kepala. Bahkan pakaian anak SD Desa Adat Ammatoa juga menggunakan warna hitam sebagai warna dasar bawahan.

3. Desa Adat Baduy Dalam

Terakhir, ada Desa Adat Baduy Dalam. Sudah tidak asing jika desa adat yang bermukim di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten ini memegang teguh aturan adat tentang hidup tanpa listrik.

Baca Juga  Sesjen Wantannas Sambangi Lembaga Think Tank Terkemuka Australia, Bahas Isu Keamanan Regional

Banyak hal yang bisa dikulik dari Baduy Dalam ini. Keunikan yang hadir di dalam kehidupan Suku Baduy Dalam adalah rumahnya yang masih sangat tradisional di mana hanya menggunakan bahan kayu dan bambu. Meski demikian, rumah di sana terbilang kokoh.

Nah, poin penting yang juga perlu diperhatikan ketika membangun rumah di sana adalah posisi rumah yang harus menghadap ke utara atau selatan. Ditanya alasannya apa, masih jadi misteri. Namun, hal ini telah menjadi kearifan lokal yang sudah dijaga sejak dulu.

Selain itu, peralatan yang digunakan dalam keseharian masih tradisional. Bahkan sama seperti Ammatoa, Baduy Dalam juga menutup akses kendaraan mesin. Kononnya, pakaian yang dipakai Suku Baduy Dalam hanya berwarna hitam dan putih. Itu pun harus pakaian yang dijahit sendiri atau ditenun. (*)

 

Editor : Nur Komalasari

 

 

 

 


Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles

Perumda Tirta Kahuripan

Djarum Foundation

Pemkab Bogor