Indonesiadaily.net – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, tak memungkiri jika harga tiket konser dan festival musik di Indonesia, terutama yang melibatkan musisi luar negeri, tergolong mahal. Mahalnya harga tiket konser dipengaruhi oleh biaya pengurusan izin yang tidak murah.
“Kenapa harga tiket konser mahal? Ini karena biaya mengurusnya super mahal. Biaya resmi, non-resmi, dan biaya pengamanannya ini tidak fixed dan tidak transparan,” ungkap Sandi seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Untuk menghilangkan hambatan ini, Kemenparekraf akan melakukan digitalisasi perizinan konser. Melalui digitalisasi tersebut, pihak promotor tidak akan mengalami kesulitan dan dapat mengeluarkan
biaya yang lebih murah selama pengajuan izin.
“Jadi menggunakan digital, atas arahan dari pemerintah, kita mendigitalisasi. Kami berharap proses perizinan event, khususnya musik, bisa kita lakukan cepat, murah, dan tidak berbelit-belit. Sat-set,” unhkapnya.
“Jadi ini sudah kita uji cobakan. Kita akan terus memperkenalkan dan tren konser musik akan terus meningkat,” katanya.
Sebagai informasi, saat ini Kemenparekraf tengah melakukan uji coba digitalisasi perizinan penyelenggaraan acara dengan menggunakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Nantinya, proses pengajuan izin penyelenggaraan acara, termasuk konser dan festival musik, akan lebih mudah karena seluruh layanan perizinan akan dilakukan di One Single Submission (OSS) yang terintegrasi dengan sistem Kepolisian RI.
“Memang ada di kami [perizinan)] yang nantinya akan dibuatkan mekanisme perizinan satu pintu. Saat ini masih dalam tahap finalisasi dan kami juga sedang berkoordinasi dengan pihak kepolisian,” paparnya.
“Kita berharap prosesnya selesai 21 hari untuk perizinan. Dan apabila konser-konser besar diharapkan tiga bulan sebelum konser digelar izinnya sudah bisa keluar. Sementara untuk konser-konser yang lebih kecil diharapkan satu bulan sebelum konser digelar perizinannya sudah keluar. Jadi tidak last minute izinnya keluar,” tandasnya.(*)
Editor : Nur Komalasari