Indonesiadaily.net – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang penagih utang atau debt collector menggunakan kekerasan dalam menagih utang konsumen.
Larangan itu disampaikan OJ melalui unggahan di akun Instagram resminya, @ojkindonesia.
“Debt collector dilarang gunakan kekerasan dalam penagihan utang konsumen,” demikian tulis OJK, dikutip dari kompas.com.
Secara rinci dijelaskan larangan debt collector dalam proses penagihan utang, di antaranya. Menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.
Jika hal tersebut dilakukan, debt collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana.
Sementara untuk pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang menjalin kerja sama dengan debt collector dapat dikenakan sanksi oleh OJK berupa sanksi administratif, antara lain peringatan tertulis, denda pembatasan kegiatan usaha, pencabutan ijin usaha.
Dalam Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan diatur bahwa
PUJK wajib mencegah direksi, dewan komisaris, pegawai, dan atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, dan atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan konsumen.
Contohnya, mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data dan atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan utang konsumen.
OJK menuliskan, perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan.
Hal itu mengacu pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Adapun yang dimaksud penagihan adalah segala upaya yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur untuk membayar angsuran, termasuk di dalamnya melakukan eksekusi agunan dalam hal debitur wanprestasi.
Dalam proses penagihan, pihak ketiga penagihan yang lebih dikenal dengan istilah debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen antara lain kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, salinan sertifikat jaminan Fidusia.
Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute atau perselisihan. (*)
Editor : Nur Komalasari