Indonesiadaily.net – Film dokumenter Dirty Vote yang dirilis pada 11 Februari 2024 dan disutradarai Dandhy Dwi Laksono berbuntut panjang. Pasalnya sang sutradara beserta tiga pakar hukum tata negara yang menjadi narasumber sekaligus narator film itu, dilaporkan ke polisi. Mereka adalah Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.
Yang melaporkan mereka adalah Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi). Laporan itu masuk ke ke Mabes Polri pada tanggal 13 Februari 2024.
Ketua Umum Foksi M Natsir Sahib mengatakan, film Dirty Vote berpotensi merugikan salah satu pasangan capres dan cawapres yang berkontestasi di Pilpres 2024. Ia tidak menyebut paslon mana.
“Saya menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh mereka. Apalagi, dirilisnya pada masa tenang menjelang hari coblosan,” papar Natsir.
“Di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu, yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres. Itu bertentangan dengan UU Pemilu,” ungkapnya.
Salah satu indikasi bahwa film itu sengaja menyerang salah satu pasangan calon, Natsir menyebut bahwa ketiga pakar hukum itu berafiliasi dengan salah seorang cawapres. Yakni Mahfud MD, cawapres nomor urut 03.
Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti memang masuk dalam tim reformasi hukum di Kemenkopolhukam yang saat itu dijabat Mahfud MD.
Menurut Natsir, ketiga akademisi itu menghancurkan tatanan demokrasi. Serta memenuhi unsur niat permufakatan jahat, membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Sehingga muncul fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat,” ucapnya.
Masih kata Natsir, Dandhy Laksono dan ketiga akademisi itu melanggar Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ia pun mendesak agar Bareskrim Polri menindak kasus ini secara profesional.
“Karena dilakukan di masa tenang, ini termasuk pelanggaran serius dan tendensius terhadap salah satu calon,” tegasnya. (*)
Editor : Nur Komalasari