Indonesiadaily.net – Apakah Anda pernah menebak seseorang kaya atau miskin lewat penampilannya? Faktanya, studi menemukan bahwa wajah memang bisa menunjukkan status sosial seseorang.
Peneliti dari Universitas Toronto, Kanada menemukan bahwa wajah orang kaya cenderung relaks, dan sebaliknya wajah orang miskin cenderung tertekan.
“Hubungan antara kekayaan dan kelas sosial sudah banyak dibahas dalam penelitian terdahulu. Namun studi ini menemukan bahwa perbedaan kekayaan seseorang bisa tercermin dari wajah setiap orang,” ujar R-Thora Bjorsdottir, peneliti studi tersebut seperti dilansir dari CNBC.
Menurut penelitian studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology pada 2018 ini, secara umum orang yang memiliki uang banyak cenderung bahagia dan tidak cemas bila dibandingkan dengan orang-orang yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Dalam studi tersebut, para peneliti memilih subjek foto hitam putih dengan ekspresi netral dan tidak menggunakan aksesoris apapun yang terdiri dari 80 foto pria dan 80 foto perempuan. 50 persen orang pada foto tersebut adalah sosok dengan status masyarakat kelas atas, sedangkan 50 persen lainnya adalah kelas pekerja.
Foto-foto tersebut kemudian ditunjukkan pada orang lain. Mereka diminta menebak kelas sosial dari masing-masing orang. Hasilnya, sebanyak 68 persen menjawab dengan benar.
“Ketika ditanya bagaimana caranya, mereka tidak tahu. Mereka tidak menyadari bagaimana mereka bisa menebaknya dengan benar,” kata Bjornsdottir.
Para peneliti lalu melakukan studi lebih lanjut dengan memperbesar fitur wajah. Hasilnya, subjek masih bisa menebak dengan benar ketika mereka hanya melihat mata dan mulut.
Para peneliti menyimpulkan hal ini kemungkinan terjadi karena pola emosi dapat terlihat di wajah seseorang dari waktu ke waktu. Kontraksi otot-otot tertentu dapat menyebabkan perubahan struktur wajah yang dapat dilihat orang lain.
“Seiring waktu, wajah Anda secara permanen mencerminkan dan mengungkapkan pengalaman Anda. Bahkan ketika kita berpikir kita tidak mengekspresikan sesuatu, ekspresi emosi itu masih ada di sana,” ungkap salah seorang peneliti lainnya, Nicholas O. Rule.
“Persepsi kelas sosial berbasis wajah mungkin memiliki konsekuensi hilir yang penting. Orang-orang berbicara tentang siklus kemiskinan dan ini berpotensi menjadi salah satu penyebabnya,” tambahnya.
Meski demikian, fakta bahwa kebanyakan orang bisa menebak status sosial seseorang hanya dari wajahnya bisa membawa konsekuensi negatif, terutama terkait bias dan penilaian. Misalnya, orang yang memiliki ‘wajah kaya’ sering kali mendapat perlakuan yang lebih baik dari orang.
“Persepsi berbasis wajah tentang kelas sosial mungkin memiliki konsekuensi yang penting. Kita tahu ada yang disebut siklus kemiskinan dan ini berpotensi menjadi salah satu kontributornya,” kata Rule.
Para peneliti juga mencoba memprediksi bagaimana impresi kaya atau miskin yang muncul dari wajah terjadi dalam kehidupan sosial di dunia nyata. Mereka meminta mahasiswa untuk melihat sejumlah foto, lalu menebak siapa di antara mereka yang lebih mungkin mendapatkan pekerjaan sebagai akuntan. Lebih sering, mereka menebak orang yang bakal menjadi akuntan adalah mereka dari kalangan kelas atas. Ini menunjukkan bahwa penilaian kaya atau miskin bisa melanggengkan bias sosial.
“Pada akhirnya persepsi kelas sosial berdasarkan wajah bisa mempunyai konsekuensi serius. Kita membicarakan siklus kemiskinan dan hal ini berpotensi menjadi salah satu penyebab siklus kemiskinan,” pungkasnya.(*)
Editor : Nur Komalasari