Indonesiadaily.net – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Salahuddin Uno, menyebutkan Rusia mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari perangnya dengan Ukraina.
Hal itu lantaran, karena perang tersbut, membuat harga minyak dunia meroket, dan itu justru membuat negara pimpinan Presiden Vladimir Putin untung. Padahal minyak mentah Rusia di embargo negara Barat..
Namun, ternyata Rusia berfikir cepat dengan membuat pasar Negeri Beruang Merah beralih ke Asia dan menjual dengan harga yang murah.
Meski demikian, Sandiaga menyebut Rusia tetap mengalami keuntungan mencapai US$ 6 miliar per hari. Berdasarkan data tersebut, ia memprediksi perang ini berlangsung lama karena Rusia masih mendapat banyak untung.
“Kenapa perang Rusia dan Ukraina ini akan cukup lama? Karena ini sangat profitable,” ujar Sandiaga melalui akun TikTok-nya, dikutip Selasa 23 Agustus 2022.
Rusia memang menang banyak akibat perang, terutama dari sisi perdagangan. Transaksi berjalan (current account) terus mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Di kuartal II-2020, current account Rusia tercatat sebesar US$ 70,1 miliar, lebih tinggi dari rekor kuartal sebelumnya US$ 68,38 miliar.
Sementara itu, bank sentral Rusia (Central Bank of Russia/CBR) pada Selasa (9/8/2022) melaporkan pada periode Januari – Juli, current account mencatat surplus US$ 166 miliar atau sekitar Rp 2.473 triliun (kurs Rp 14.900/US$).
Estimasi tersebut lebih dari tiga kali lipat dari periode yang sama tahun 2021 senilai US$ 50 miliar, menurut CBR.
Besarnya surplus current account tersebut terjadi akibat impor yang menurun, sementara ekspor melonjak akibat tingginya harga komoditas energi. Selain minyak mentah, ada gas alam dan batu bara yang harganya gila-gilaan.
Kementerian Ekonomi Rusia di tahun ini memprediksi di tahun ini pendapatan ekspor energi akan mencapai US$ 338 miliar, naik dari tahun lalu sebesar US$ 244 miliar.
“Dinamika transaksi berjalan ditentukan oleh melebarnya surplus neraca barang dan jasa sebagai hasil dari kenaikan signifikan nilai ekspor barang sementara nilai impor mengalami penurunan,” tulus CBR.
Kinerja transaksi berjalan tersebut terbilang impresif, Eropa mengurangi impor bahkan ada yang tidak lagi mengimpor minyak mentah dari Rusia.
International Energi Agency (IEA) melaporkan pada Januari lalu, sebelum terjadinya perang, dari total ekspor minyak mentah, sebanyak 54% di kirim ke Benua Biru. Pada bulan Juni, nilai tersebut berkurang sebanyak sepertiga.
India menjadi “penadah” minyak mentah Rusia. Pada bulan Januari, impor minyak mentah India dari Rusia hanya 30.000 barel per hari. Tetapi, dengan harga diskon yang diberikan Rusia, dengan harga minyak mentah lainnya yang sangat tinggi, India pun langsung memborongnya.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent sempat meroket hingga ke atas US$ 130/barel di tahun ini, sebelum ke kisaran US$ 90/barel dalam beberapa waktu terakhir.
Rusia dikabarkan memberikan diskon hingga US$ 35/barel ketimbang harga sebelum perang terjadi. Pada Juni lalu, India mengimpor minyak mentah Ural Rusia sebanyak 740.000 barel per hari.
China yang merupakan importir minyak Ural terbesar di Asia justru mengalami penurunan. Pada Januari impornya mencapai 820.000 barel per hari, sementara di Juni 740.000 barel per hari, sama dengan India.
Dengan current account yang jumbo tersebut, nilai tukar rubel masih terus perkasa melawan dolar Amerika Serikat (AS), berada di bawah RUB 60/US$, dekat level terkuat dalam 7 tahun terakhir. Rubel yang terlalu kuat sebelumnya dikhawatirkan akan menggerus ekspor Rusia. Tetapi nyatanya hingga saat ini ekspor Rusia masih menunjukkan kinerja yang sangat impresif.
Rubel tetap kokoh di puncak, menjadi mata uang terbaik di dunia dengan penguatan lebih dari 20% melawan dolar AS. (*)
Editor : Pebri Mulya