Indonesiadaily.net – Soeharto menggantikan Soekarno sebagai Presiden Indonesia pada tahun 1967 setelah terjadi periode kekacauan politik, kegagalan ekonomi, dan ketidakstabilan nasional yang menghantui negara setelah periode revolusi kemerdekaan Indonesia dan berbagai upaya pembangunan ekonomi yang belum berhasil.
Pada awal 1960-an, pemerintahan Soekarno terus-menerus berurusan dengan konflik internal dan eksternal yang menyebabkan perekonomian negara terpuruk dan kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun drastis. Kondisi ini memicu demonstrasi besar-besaran dan pemberontakan yang mengancam stabilitas politik dan keamanan nasional.
Pada tahun 1965, terjadi pemberontakan di angkatan bersenjata Indonesia yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G30S), yang menargetkan dan membunuh sejumlah jenderal dan perwira militer tinggi, termasuk Jenderal Ahmad Yani, kepala staf angkatan darat, dan Mayor Jenderal Siswondo Parman, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Pemberontakan ini juga diikuti oleh serangan terhadap beberapa kantor pemerintah di Jakarta.
Soekarno awalnya menyalahkan pemberontakan tersebut pada Partai Komunis Indonesia (PKI), meskipun sejumlah pihak meragukan keterlibatan PKI dalam insiden tersebut. Hal ini memicu gerakan anti-komunis yang disponsori oleh militer dan membawa konsekuensi yang sangat fatal bagi PKI dan kelompok-kelompok sayap kiri yang dianggap terlibat dalam pemberontakan tersebut.
Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Darat, kemudian mengambil alih kendali keamanan nasional dan menekan gerakan kiri serta mengambil tindakan keras terhadap para pengikutnya. Soeharto memulai kampanye “Membersihkan Diri dari PKI” yang berujung pada pembantaian massal terhadap orang-orang yang dianggap terkait dengan gerakan kiri, yang diperkirakan memakan korban sekitar setengah juta jiwa.
Pada tahun 1966, Soeharto diangkat menjadi Pelaksana Kepala Pemerintahan oleh Soekarno setelah pemerintahan Soekarno gagal menangani situasi politik dan ekonomi yang semakin buruk. Selama beberapa bulan, Soeharto berhasil menstabilkan keamanan dan mengembangkan program ekonomi yang lebih efektif. Dia juga menunjuk sejumlah menteri yang dikenal ahli dan berdedikasi untuk membantu memulihkan kondisi ekonomi dan politik nasional.
Pada tahun 1967, Soeharto menggantikan Soekarno dengan mengambil alih kekuasaan presiden setelah mengusir Soekarno dari jabatannya melalui Pemilihan MPR Sementara. Soekarno diasingkan di rumahnya di Jakarta hingga kematiannya pada tahun 1970. Setelah mengambil alih kekuasaan, Soeharto mengembangkan program pembangunan nasional yang dikenal dengan “Pembangunan Lima Tahunan” yang berfokus pada industrialisasi, modernisasi infrastruktur, dan reformasi agraria.
Program ini membawa kemajuan besar bagi Indonesia dalam hal pembangunan ekonomi, dan dalam waktu singkat, Indonesia menjadi salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Selain itu, Soeharto juga berhasil menstabilkan situasi politik dan keamanan nasional, dan membangun hubungan diplomatik yang baik dengan negara-negara lain di dunia.
Namun, pemerintahan Soeharto juga dikenal dengan tindakan represif dan pelanggaran hak asasi manusia. Soeharto menekan kritik dan oposisi politik, dan mengambil tindakan keras terhadap kelompok-kelompok yang dianggap menentang pemerintahnya. Selama pemerintahannya, terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang sangat luas, termasuk pembatasan kebebasan berbicara dan berkumpul, penghilangan paksa, dan penindasan terhadap kelompok etnis dan agama tertentu.
Pada tahun 1998, pemerintahan Soeharto runtuh setelah gelombang demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh kegagalan ekonomi dan korupsi dalam pemerintahannya. Setelah meninggalkan kekuasaan, Soeharto hidup dalam pengasingan di kediamannya di Jakarta hingga kematiannya pada tahun 2008.
Meskipun pemerintahannya dikenal dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang berhasil dan stabilitas politik yang terjaga, namun banyak orang yang mengkritik tindakan represif dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama pemerintahannya. Pergantian kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto sendiri menjadi sebuah momen penting dalam sejarah Indonesia, yang menandai transisi dari masa revolusi kemerdekaan ke era pembangunan dan modernisasi nasional. (*)
Editor : Pebri Mulya