Indonesiadaily.net – Setelah dua tahun pandemi Covid-19, tradisi lebaran ketupat untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW kembali digelar masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
Lebaran Ketupat adalah jamuan makan dengan menu utama berupa ketupat, dan biasa dilaksanakan di rumah-rumah warga, tempat ibadah, hingga lapangan terbuka.
Tradisi ini diyakini telah dimulai sejak dua abad lalu, tepatnya pada tahun 1871. Kala itu, seluruh kampung telah memiliki masjid, surau atau langgar, serta memilki khatib, modin dan penghulu.
Sejarawan Bangka Belitung Akhmad Elvian mengatakan, pembinaan kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan di Bangka mulai tertata pada masa Rangga Usman atau datuk Adji saat kesultanan Palembang Darussalam masa pemerintahan Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin I Jayowikromo (1724-1757).
Pada masa itu diangkatlah jabatan seperti khatib, modin, penghulu dan bilal pada masjid, surau dan langgar di Bangka.
“Pengaturan adat dan tradisi serta keagamaan diatur dengan baik oleh kepala-kepala rakyat mulai dari lengan, gegading, batin, pateh dan proatin serta depati,” kata Akhmad.
Akhmad menuturkan, berdasar catatan H.M Lange dalam bukunya Het eiland Banka en zijne aangelegenheden. ‘S-Hertogenbosch Gebr.Muller yang terbit 1850.
Di sana tercatat pada 1846 beberapa kampung di Bangka belum memilki surau atau masjid akan tetapi pada tahun 1871 hampir seluruh kampung telah memiliki fasilitas ibadahnya.
Maulid Nabi di Bangka dirayakan dengan meriah di masjid masjid, surau dan langgar, serta di rumah-rumah. Perayaan Maulid nabi sama meriahnya dengan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Satu rumah tangga keluarga batih bahkan ada yang menyiapkan 20 ekor ayam serta puluhan kilogram daging serta ratusan ketupat dan lepet untuk merayakan maulid nabi dan menghidangkannya bagi tamu yang datang berkunjung.
“Karena umumnya hidangan pada saat perayaan maulid nabi adalah ketupat dan lepet, maka orang sering menyebutnya dengan lebaran ketupat,” ujarnya.
Menurut Akhmad, hidangan ketupat yang dibelah menunjukkan sifat terbuka orang Bangka terhadap tamu maupun siapapun yang datang bertamu ke rumah dan akan diterima dengan keramah tamahan (gastvrijheid).
Jamuan dengan berbagai menu itu disantap bersama-sama yang kemudian dikenal dengan istilah nganggung.
Hidangan dikemas menggunakan tudung saji atau dulang, sehingga disebut juga dengan makan bedulang.
“Hidangan berupa ketupat dengan lauk pauknya disiapkan untuk nganggung malam hari dan siang hari di masjid serta untuk hidangan tamu yang berkunjung ke rumah,” tandasnya. (*)
Editor : Nur Komalasari