Indonesiadaily.net, Surabaya – Sebentar lagi warga Surabaya akan merayakan pesta demokrasi untuk memilih nahkoda yang akan membawa Surabaya berlayar 5 tahun ke depan. Namun pesta 5 tahun an kali ini tampaknya tak meriah, sebab hingga hari ini ‘hanya’ petahana yang bertarung sendirian.
Saat ini, pasangan petahana Eri-Armuji sudah mengantongi rekomendasi dari 4 partai. Partai tersebut adalah PDIP, PKB, PPP, dan Demokrat. Sedangkan partai lain masih belum memunculkan calonnya untuk melawan petahana.
Peran para elite politik untuk melakukan pendidikan politik bagi warga Surabaya tidak berjalan.
Pendidikan politik merupakan agenda yang sangat penting, karena dalam melangsungkan pembangunan Kota Surabaya, masyarakat harus terdidik secara politik. Dari sini kita bisa pahami bahwa partai politik dan elit partai di Surabaya tidak berfungsi dan tidak berperan dalam melakukan pendidikan politik bagi masyarakat Surabaya.
Bentuk terdidiknya masyarakat secara politik bisa dilihat dari beberapa faktor, salah satunya munculnya kader- kader partai untuk turut berpartisipasi dalam kontestasi pilkada baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kehadiran partai politik dalam masyarakat di Surabaya bisa dilihat perannya dalam melakukan pendidikan politik kepada warga. Bukti partai politik menjaga demokrasi di Kota Surabaya, dengan memunculkan kader- kader partai terbaiknya dalam konstelasi pilkada Kota Surabaya 2024. Nyatanya sampai hari ini belum ada partai politik yang berani mendeklarasikan kader terbaiknya melawan incumbent Eri Cahyadi.
Pemilu di tingkatan daerah menjadi komponen penting dalam iklim politik suatu pemerintahan baik daerah maupun pusat. Tetapi pada faktanya di Kota Surabaya, para partai politik dan elitnya cenderung mengekor pada satu calon saja. Ini sebagai bukti bahwa demokrasi hanya berjalan prosedural saja tanpa menyentuh substansi dari demokrasi itu sendiri.
Hingga hari ini belum ada partai politik dan elit partai politik yang berani mendeklarasikan calon di luar petahana Eri Cahyadi. Masyarakat tidak diberikan pilihan calon lain. Maka demokrasi politik di Kota Surabaya terancam mati.
Kondisi seperti ini sengaja dimunculkan oleh kelompok tertentu yang menginginkan pilkada kali ini jadi pertarungan melawan ‘bumbung’ kosong. Padahal di Surabaya masih banyak pemuda ataupun tokoh masyarakat yang berpotensi untuk tampil memberikan perubahan positif bagi Surabaya ke depannya.
Banyak pemuda dan tokoh masyarakat yang punya potensi memiliki peluang untuk menciptakan perubahan positif yang lebih baik bagi Kota Surabaya ke depan. Tetapi hingga hari ini mereka tidak dimunculkan oleh parta-partai politik yang memperoleh kursi di DPRD Kota Surabaya pada Pileg 2024.
Atau kah mungkin ada kelompok tertentu yang menginginkan Pilwali Surabaya 2024 petahana melawan ‘bumbung’ kosong. Kelompok ini tidak berbentuk dan tidak ada bentuknya. Tapi ruang geraknya secara politik dapat dirasakan masyarakat. Ini bahaya bagi kelangsungan kehidupan politik Kota Surabaya ke depan.
Penulis : Lasiono