Minggu, Januari 19, 2025

Meski Miliki Kekayaan Minyak, Utang Arab Saudi Juga Berlimpah

Indonesiadaily.net – Arab Saudi yang berpredikat sebagai negara dengan kekayaan minyak yang berlimpah, ternyata memiliki utang yang banyak juga.

Sejak tahun 2014, Arab Saudi mengalami defisit APBN pertama kalinya. Yakni sebesar 54 miliar riyal atau Rp 203 triliun, dengan posisi utang pemerintah mencapai 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp 225 triliun.

Hal itu dipengaruhi dengan adanya perluasan kompleks Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Proyek tersebut diharapkan bisa menampung hingga 2,5 juta jamaah yang mengunjungi kedua masjid.

Tetapi, siapa sangka ternyata harga minyak jatuh, sehingga Riyadh pun tak mampu membiayai perluasan dua masjid tersebut.

Selang setahun tepatnya di tahun 2015, Arab Saudi kembali merugi setelah Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud memutuskan mengikuti perang sipil di Yaman. Untuk negara itu, Yaman menjadi kunci geopolitik penting dalam memperluas pengaruh Riyadh di timur tengah.

Baca Juga  Oknum Guru Taekwondo Ditetapkan Tersangka Pelecehan Seksual 

Saat itu, harga minyak masih rendah dan membuat Arab harus mengurangi jumlah pendapatan negara. Sampai akhirnya, defisit APBN menjadi 367 miliar riyal (Rp 1.378 triliun) dan akhirnya utangnya bertambah menjadi 142 miliar riyal (Rp 533 triliun).

Ekonomi Saudi membaik dari prediksi pada 2016 meski masih dibayangi defisit APBN. Tahun itu defisitnya mencapai mencapai 297 miliar riyal (Rp 1.115 triliun) dan utangnya meroket 316,5 miliar riyal (Rp 1,188 triliun).

Defisit Saudi mengecil tahun 2017 yakni hanya 8,9% dari APBN. Totalnya menurun menjadi 230 miliar riyal (Rp 863 triliun) sementara utang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal (Rp 1.663 triliun). Beberapa hal dilakukan dengan menaikkan pajak untuk produk seperti rokok dan minuman kemasan, serta merombak peraturan perpajakan.

Baca Juga  Antisipasi Kenaikan Covid-19, Kemenkes Siapkan Pos Kesehatan Selama Nataru

Ekonomi lebih baik juga ditunjukkan saat masuk 2018, penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal (Rp 2.900 triliun) dan defisit yang hanya 195 miliar riyal (Rp 732 triliun) sementara utang negara naik ke angka 558 miliar riyal (Rp 2.095 triliun). Namun setahun berselang, dua kota suci mengalami defisit kembali yakni 131,5 miliar riyal (Rp 493 triliun) serta menambah utang menjadi 657 miliar riyal (Rp 2.466 triliun).

Tahun 2020 mencatatkan banyak dinamika pada ekonomi negara Arab Saudi, seperti pandemi Covid-19 dan turbulensi politik.

Saat itu, Menteri Keuangan Saudi, Mohammed Al Jaddan memprediksi bahwa penerimaan negara turun menjadi 833 miliar riyal (Rp 3.128 triliun). Di saat bersamaan Arab Saudi harus menghadapi masalah politik setelah Amerika Serikat (AS) menembakkan rudal ke arah iring-iringan jenderal tertinggi Iran Qassem Solemani. Saudi mencetak obligasi sebesar 18,75 miliar riyal (Rp 70 triliun).

Baca Juga  Bupati Bogor 2024: Untung Purwodadi Sang Jenderal yang Menyebar

Pandemi juga turut menyeret ekonomi Saudi. Ini membuat permintaan pasar akan minyak dan larangan bepergiaan bagi jamaah haji dan umrah, serta dana besar penanganan Covid-19.

Akhirnya Saudi berutang lagi. Pemerintah juga merevisi target pendapatan menjadi 770 miliar riyal (Rp 2.891 triliun), turun 16,9% dibanding 2019. Sementara utang diprediksi membengkak menjadi 941 miliar riyal (Rp 3.533 triliun), melonjak 32,9% dibanding 2019.

Arab Saudi memproyeksi defisit anggaran US$50 miliar atau Rp 707 triliun pada 2020, naik US$15 miliar atau setara Rp 212 triliun dari setahun sebelumnya. (*)

 

Editor : Pebri Mulya


Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles

Perumda Tirta Kahuripan

Perumda Tirta Kahuripan

Djarum Foundation

Pemkab Bogor