Indonesiadaily.net, Yogyakarta – Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menegaskan pentingnya membangun dan mengembangkan wirausaha muda berbasis riset agar mampu menghasilkan inovasi dan produk unggulan dalam mewujudkan ekonomi baru yang menyejahterakan.
“Wirausaha muda seperti itu harus dilakukan secara By-Design dari kalangan perguruan tinggi,” kata MenkopUKM Teten Masduki pada acara Entrepreneur Hub Goes to Campus Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta, Selasa (10/9/2024).
Di depan sekitar 600 wirausaha muda Yogyakarta, Teten menambahkan, langkah strategis tersebut bakal melibatkan hasil-hasil riset dari perguruan tinggi, kemudian diinkubasi, hingga mendapat pembiayaan.
“Berbasis riset agar bisa kompetitif. Beda dengan wirausaha By-Accident yang tidak punya akses ke teknologi dan pembiayaan,” katanya.
Dengan terciptanya wirausaha dari kalangan terdidik, Teten meyakini wirausaha yang tercetak akan lebih inovatif, tangguh, dan siap berkompetisi di pasar global. “Kita butuh wirausaha yang penuh dengan inovasi dan kreativitas,” ucapnya.
Artinya, kata Teten, jangan lagi mencetak wirausaha yang itu-itu lagi seperti soto, warung, bakpia, keripik, dan sebagainya.
“Kita harus meniru Jepang, Korsel, Australia, dan Belanda dalam mencetak entrepreneur dari kalangan kampus,” ungkapnya.
Dengan begitu, lanjutnya, bisa berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang lebih berkualitas.
Namun, dirinya mengakui, belum semua perguruan tinggi memiliki kurikulum yang mendukung anak muda menjadi wirausaha. Padahal, ada survei menyebutkan bahwa 72 persen anak muda kini bercita-cita menjadi pengusaha, ketimbang karyawan.
“Memang, ada beberapa kampus yang sudah berubah pola pikirnya. Mereka tidak lagi mewajibkan skripsi melainkan business plan sejak awal kuliah. Setelah lulus sarjana, dia menjadi pebisnis,” sebut Teten.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM Arie Sujito menyebutkan bahwa kolaborasi antara UGM dan KemenkopUKM bertujuan untuk membentuk wirausaha yang berdaya dan menciptakan ekosistem yang inklusif.
“Hal itu tidak mungkin hanya dinakhodai KemenkopUKM, tapi kita butuh kolaborasi,” tegas Arie.
Menurut Arie, Indonesia harus bersiap untuk menyambut bonus yang demografi, dan diharapkan mahasiswa bisa menjadi kekuatan entrepreneur.
“Berwirausaha bukan untuk berkarir, tapi terlibat untuk pemberdayaan. Bahkan, harus menjadi arena pembentukan karakter, pemberdayaan, dan ajang menuangkan kreativitas, serta inovasi. Karena, keberlenjutan itu sangat penting,” kata Arie.
KemenkopUKM juga menggelar kegiatan lain, yaitu Offline Consultation Program Entrepreneur Development (Entredev) Tahun 2024 bertema Offline Consultation dan Entredev Nyomblangin.
Menurut Deputi Bidang Kewirausahaan KemenkopUKM Siti Azizah, kegiatan ini merupakan bagian inti dari tahapan Growth Sprint dalam Program Entredev 2024, karena memberikan kesempatan peserta untuk berkonsultasi langsung dan intensif dengan para pendamping (1 on 1).
“Tujuannya, untuk merealisasikan target jangka pendek bisnis yang telah direncanakan, serta menambah jaringan kemitraan bersama key stakeholder,” kata Azizah.
Acara itu diikuti 300 peserta yang terpilih dari 2.300 peserta Entredev, dan berhak mengikuti tahapan Growth Sprint di Yogyakarta. Dimana sebelumnya telah dilaksanakan tahapan kegiatan yang sama di Surabaya dan akan dilaksanakan selanjutnya di Bandung.
Bagi Azizah, Yogyakarta memiliki potensi besar dalam mencetak wirausaha muda inovatif, berbasis kearifan lokal, dan mampu memanfaatkan peluang. Sebagai kota pelajar dan budaya, Yogyakarta cenderung banyak dipenuhi ide kreatif dari mahasiswa dan anak muda.
“Ini bisa menjadi suatu kekuatan untuk membangun dan mengembangkan ekosistem startup digital dan wirausaha kreatif inovatif,” tutur Azizah.(*)