Idonesiadaily.net – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuntut para menteri dan pejabat pemerintahan lainnya untuk bekerja lebih dari standar biasanya, karena kondisi dunia sedang tidak normal.
“Kita tidak boleh bekerja standar, tidak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja rutinitas, karena memang keadaannya tidak normal. Tidak bisa kita memakai standarr-standar baku, standar-standar pakem, tidak bisa. Para menteri, gubernur, bupati, walikota, juga sama, tidak bisa lagi kita bekerja rutinitas, tidak,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, dunia sedang menghadapi sistuasi yang tidak mudah, sejak dimulainya pandemi Covid-19.
“Dunia menghadapi situasi yang sangat sulit. Semua negara menghadapi situasi yang sangat-sangat sulit. Dimulai dari pandemi Covid-19 yang belum pulih dan beberapa negara saat ini masih pada angka yang tinggi, kemudian masuk muncul perang, muncul krisis pangan, muncul krisis energi, muncul krisis keuangan, inilah yang saya bilang tadi keadaan yang sangat sulit,” jelas Presiden.
Dia menyebut para pejabat pemerintah tidak bisa hanya bekerja melihat angka makro. Bupati, walikota, dan gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan Tim TPID di daerah dan Tim Inflasi di pusat.
“Tidak bisa, tidak akan jalan, percaya saya. Makro dilihat, mikro dilihat, lebih lagi harus detail juga dilihat lewat angka-angka dan data-data karena memang keadaannya tidak normal. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik, yang menyebabkan inflasi? Bisa saja beras, bisa. Bisa saja tadi, bawang merah bisa, bisa saja cabai dan dicek Tim Pengendali Inflasi Pusat cek, daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah, disambungkan. Ini harus disambungkan karena negara ini negara besar sekali (ada) 514 kabupaten/kota dan 37 provinsi dengan DOB (daerah otonomi baru) yang baru. Ini negara besar,” kata Jokowi.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia maupun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, inflasi di Indonesia saat ini mencapai 4,94 persen atau lebih besar dari target inflasi 3 persen +/- 1 persen namun masih lebih rendah dibanding negara-negara lain.
“Lihat negara-negara lain coba, tinggi-tinggi banget sudah, di atas 5. Ada yang sudah di angka 79 persen, Uni Eropa sudah 8,9 persen, Amerika Serikat sudah 9,1 kemarin turun 8,5 persen, bukan sesuatu yang mudah dan ini menjadi momok semua negara,” kata dia. (*)
Editor : Pebri Mulya