Indonesiadaily.net — Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo melakukan ‘bedol deso’ pejabat dan tenaga pendidik (gadik) di Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri. Desakan ini mencuat karena adanya indikasi pemerasan dan pungutan liar (pungli) terhadap siswa calon inspektur polisi.
Dari informasi yang diterima IPW, pihak Paminal Mabes Polri telah menyita uang sebesar Rp1,5 miliar sebagai barang bukti. Uang tersebut merupakan iuran atau pungutan dari siswa pendidikan Setukpa gelombang pertama tahun 2024.
Menurut Ketua IPW, Teguh Sugeng Santoso (STS), pembentukan para calon perwira dimulai dari Setukpa. Di mana akan menghasilkan para perwira polisi yang profesional.
“Pendidikan Setukpa adalah sekolah kedinasan Polri yang bertugas untuk menyelenggarakan fungsi pembentukan perwira Polri yang bersumber dari bintara Polri. Saat ini, jumlah siswa yang mengikuti pendidikan angkatan 53 gelombang pertama tahun anggaran 2024 sebanyak 2.000 siswa,” ungkap STS Ketua IPW kepada Indonesiadaily.net, Sabtu 24 Agustus 2024.
Selain itu, jumlah siswa tersebut terdiri dari 1.900 polisi laki-laki (Polki) dan 100 polisi wanita (polwan). Mereka masuk melalui jalur kuota khusus dan penghargaan sebanyak 1.200 siswa dan 800 siswa lainnya melalui seleksi reguler.
“Diduga, dalam mendapatkan kuota khusus atau penghargaan saat seleksi, mereka rata-rata menghabiskan uang sekitar Rp600 juta sampai paling tinggi mencapai Rp1,5 miliar,” imbuhnya.
“Tidak hanya itu saja para siswa itu menjalani pendidikan sejak 18 April 2024 sampai 15 Agustus 2024. Diduga, selama tiga bulan menjalani pendidikan, mereka sudah mengeluarkan uang sekitar Rp100 juta per orang sebagai uang iuran atau pungutan. Kalau ditotal, perputaran uang dari siswa anggota bintara Polri untuk pendidikan perwira tersebut berkisar Rp240 miliar,” papar STS.
Para siswa bintara itu dipungut uangnya untuk iuran menembak Rp300 ribu, iuran judo Rp500 ribu, iuran SAR Rp300 ribu, iuran ekspedisi darat Rp500 ribu, iuran untuk tenaga pendidik Rp1 juta, uang izin khusus antara Rp10 juta sampai Rp15 juta.
Ada lagi iuran untuk pola pengasuhan sebesar Rp200 ribu, sumbangan pendamping yang meminta fasilitas hotel, mobil dan rekreasi Rp1,3 juta per siswa, iuran gladi wirottama Rp1 juta, iuran batalyon Rp1 juta, iuran resimen Rp17 juta, iuran koperasi Rp14 juta, pembayaran produk karya perorangan melalui pihak ketiga (prokap) Rp20 juta.
Anehnya, iuran untuk batalyon dan resimen itu harus ditransfer ke warga sipil pengusaha transportasi dengan rekening atas nama Dinar. Diduga uang itu mengalir ke pejabat utama di Setukpa Polri.
“Oleh karenanya, IPW mendorong kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menurunkan tim khusus yang terdiri dari Itwasum Polri dan Propam Polri untuk mengusut tuntas dugaan pungutan liar dan pemerasan terhadap bintara Polri yang melaksanakan pendidikan di Setukpa Polri sesuai dengan prinsip “BETAH” (Bersih, transparan, akuntabel, dan humanis),” ungkap STS.
“Hal ini untuk mengantisipasi kinerja anggota Polri ke depan agar bekerja sesuai tugas dan fungsinya yakni profesional, prosedural, dan akuntabel tanpa penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Sebab, jangan sampai mereka yang sudah melaksanakan pendidikan dan menjadi perwira juga melakukan hal yang sama yakni pemerasan dan pungutan liar terhadap masyarakat,” imbuhnya.
(Anto)