Indonesiadaily.net – Usai Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menandatangani surat edaran pada 14 September 2022, muncul kekhawatiran munculnya potensi abuse of power dalam aturan memperbolehkan penjabat atau Pj kepala daerah dibolehkan untuk memutasi maupun memberhentikan pejabat atau ASN.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Benni Irwan menjelaskan, pada intinya surat edaran ini hanya menyampaikan dua hal. Pertama, memberikan izin kepada penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah dalam menjatuhkan sanksi, hukuman disiplin, maupun memberhentikan ASN yang tersangkut korupsi.
“Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 94 Tahun 2021 bahwa pejabat harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi ASN yang tersangkut korupsi,” kata Benni.
Ia mencontohkan, jika seorang ASN ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi, maka pelaksana tugas maupun penjabat mesti melakukan pemberhentian sementara. Tapi bukan serta merta pelaksana tugas bisa melakukannya, harus ada izin tertulis dahulu dari Mendagri.
“Harus ijin Mendagri terlebih dahulu, sedangkan amanat PP 94 Tahun 2021 harus segera diberhentikan sementara,” kata dia.
Selain itu, Benni menyebutkan, jika ada ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar daerah alias mutasi, maka penjabat maupun pelaksana tugas bisa membuat keputusannya. Hal itu diatur dalam surat edaran tersebut.
“Sebagai contoh, seorang penjabat Bupati akan melepas ASN pindah ke kabupaten lain, namun kedua Bupati tadi untuk menandatangani surat melepas dan menerima harus mendapatkan izin Mendagri terlebih dahulu, padahal proses selanjutnya mutasi antar daerah tersebut akan tetap diproses juga oleh Ditjen Otda Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN),” ujanya.
Menurut Benni, pemberian izin bagi penjabat untuk memutasi ini dapat mempercepat proses pelayanan mutasi. Sebab, penandatanganan izin melepas dan izin menerima diserahkan kepada penjabat.
“Sedangkan untuk mutasi pejabat internal daerah lainnya, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator di daerah, penjabat Kepala Daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis Mendagri,” kata Benni.
Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 ini ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di seluruh Indonesia. Dalam poin 4a tertera bahwa Tito memberikan persetujuan tertulis kepada Pj, Pelaksana tugas (Plt), dan Penjabat sementara (Pjs) Gubernur atau Bupati atau Wali Kota untuk memberhentikan atau memberikan sanksi kepada pejabat di lingkungan pemerintahan daerah. (*)
Editor : Pebri Mulya