Indonesiadaily.net, Jombang- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Rembug Masyarakat Jombang berpandangan kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dalam pengosongan Ruko Simpang Tiga dinilai prematur.
Fattah menilai berdasarkan data sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) penghuni ruko tidak bisa dijadikan obyek perkara.
“Mereka tidak semestinya di paksa di usir dari lokasi yang penghuni Ruko Simpang Tiga memiliki HGB serta membayar Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT),” terang Fattah saat diwawancarai.
Terlebih, sambung dia penghuni Ruko Simpang Tiga sudah melakukan pembayaran sampai Tahun 2024 melalui pembayaran online.
Termasuk menitipkan sejumlah uang ke Bank Negara Indonesia (BNI) dan Diperindag Jombang atas perintah Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang.
“Pengosongan Ruko Simpang Tiga terlalu prematur, seharusnya terlebih dahulu ada gugatan-gugatan dari Pemerintah Daerah melalui pengadilan, yang berhak mengeksekusi juru sita pengadilan,” sambung dia.
Pihaknya menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Jombang yang hendak menetapkan tersangka. Menurut Fattah penghuni ruko tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. Pasalnya penghuni Ruko Simpang Tiga memegang bukti yang ditandatangani didepan Notaris dan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Terbitnya Hak Guna Bangunan yang diterbitkan oleh BPN, termasuk Bapenda yang menerima pembayaran SPPT,” ungkapnya.
Fattah menyebut, para penghuni ruko selalu berpegang teguh pada surat HGB yang diterbitkan oleh BPN atas dasar jual beli.
Dia mengatakan, yang belum ada ialah surat kesepakatan sewa dimana belakangan para penghuni ruko dimintai pembayaran uang sewa.
“Jika pun dinyatakan sejak Tahun 2016 HGB dinyatakan habis, pada saat itu juga tidak adanya kepastian hukum. Penghuni ruko tetap berusaha taat pajak yang dapat dibuktikan dengan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) Pajak Bumi dan Bangunan sampai Tahun 2024 terbayar ke Bapenda Kabupaten Jombang,” bebernya.
“Ini jelas pemerintah melakukan pembiaran, sejak 2017 mereka (penghuni ruko) membayar kok tidak dipanggil, termasuk titip uang sejak tahun 2017, kenapa dibiarkan saja,” sambungnya.
Fattah mengungkapkan jika sertifikat yang dipegang merupakan jual beli bukan perjanjian sewa.
“Sertifikat itu beli bukan berbunyi sewa atau kontrak nilainya lumayan hingga ratusan juta per ruko sertifikat HGB perpanjangan dari tahun 1999,” ungkapnya.
Mestinya pemerintah memanggil atau memperkarakan PT Suryatamanusa Karya Pembangunan selaku penjual ruko Simpang Tiga.
“Menjual kok habisnya tahun 2017, yang menerbitkan sertifikat adalah BPN yang harus bertanggung jawab,” ujar Fattah.
Dia menyebut, ketika sejak awal penghuni tahu lokasi Ruko Simpang Tiga bermasalah, tidak mungkin mereka bertahan di lokasi tersebut.
“Karena mereka sudah berpegangan dengan PT, jadi mereka tidak tahu kerjasama MOU antar PT dengan Pemerintah bagaimana, mestinya PT dipanggil, Notaris, BPN dan Bapeda juga dipanggil,” ungkap Fattah memungkasi.
Sementara Penjabat (Pj) Bupati Jombang, Teguh Narutomo saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya tetap melakukan pengambilan paksa lantaran sesuai aturan Ruko Simpang Tiga merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.
Bahkan pihaknya akan mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk mengambil aset milik Pemkab itu.
“Pengambilan paksa karena itu punya Pemda sesuai aturan yang berlaku. Yang jelas Satpol PP Forkopimda nanti akan kita ajak,” kata Teguh saat diwawancarai di Kantor DPRD.
Pemerintah Kabupaten Jombang juga sudah melayangkan surat pemberitahuan pengosongan Ruko Simpang Tiga paling lambat tanggal 19 Agustus 2024.
“Kita juga sudah sampaikan surat kepada pihak yang ada di tempat,” sambungnya.
Dia menegaskan, kajian mengenai pengambilan aset Pemkab Jombang sudah dilakukan melibatkan Kejaksaan Negeri Jombang.
“Ini sudah sesuai karena kita sudah kerjasama dengan pengacara negara Kejari itu sudah disampaikan kalau secara aturan itu milik Pemda,” tegasnya.
Meski demikian, apabila ada penghuni yang merasa memiliki agar diselesaikan di Pengadilan.
Sesuai aturan, Teguh mengatakan Pemda tidak bisa melepas asetnya jika bukan putusan Pengadilan yang memutuskan.
“Siapapun yang merasa memiliki ya harus diselesaikan di Pengadilan. Pada prinsipnya secara aturan Pemda tidak akan bisa mengeluarkan asetnya kalau tidak diputuskan di Pengadilan. Kalau masih ada yang merasa memiliki kita putuskan di Pengadilan lagi,” ujarnya.
Teguh menandaskan, apapun alasannya pihaknya tidak membiarkan aset Pemkab dikuasai pihak lain.
“Pemda tidak boleh membiarkan asetnya dikuasai pihak lain, kalau itu terjadi pembiaran Pemdanya salah,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Jombang Agus Chandra menyebut secara hukum Ruko Simpang Tiga merupakan aset milik Pemkab Jombang.
“Kalau ruko ini secara umum akan kita ekspos untuk melihat sejauh mana perkembangan yang ada terkait penyelamatan aset. Bahkan di tanggal 2 Agustus sudah kita lakukan peresmian pemindahan mall pelayanan publik ke Ruko Simpang Tiga,” kata Agus Chandra saat diwawancarai.
“Itu menunjukan kalau aset itu sudah menjadi milik Pemda,” sambungnya.
Disinggung penetapan tersangka, pihaknya masih meminta waktu kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
“Kita minta waktu ke Kajati untuk ekspos, ada beberapa penyelidikan yang kita ekspos untuk naik ke penyidikan,” kata dia.
Kendati demikian, Kejaksaan Negeri Jombang tidak bisa menghalangi bagi penghuni yang mengajukan gugatan Perdata terkait kasus ini.
“Secara hukum sudah clear namun demikian kita tidak bisa menghalangi adanya beberapa pihak yang mengajukan gugatan Perdata terkait dengan kepemilikan ruko, kita akan lihat di Pengadilan dan kebetulan jaksa diminta oleh Bupati sebagai pengacara negara untuk mewakili Bupati Jombang,” jelas dia.
Dalam persoalan ini, Kejaksaan Negeri Jombang fokus pada kepastian hukum bahwa aset ruko simpang tiga adalah milik Pemkab Jombang.
Penulis : Prayo
Editor : Sigit