Indonesiadaily.net – Industri baterai kendaraan listrik Indonesia mendapatkan investasi senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 225 triliun (kurs Rp 15.000).
Itu adalah hasil kerja sama PT Industri Battery Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dengan perusahaan China, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) dan LG Energy Solution asal Korea Selatan (Korsel).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir beranggapan, investasi tersebut sebagai bukti keyakinan investor ke Indonesia.
“Kita menyambut baik kerja sama investasi dari dua perusahaan besar asal Cina dan Korsel. Hal ini memberi bukti bahwa investor yakin dengan keseriusan Indonesia dalam pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik,” kata Erick
Menurut Erick, investasi yang mengarah pada proyek aki kendaraan listrik terintegrasi tersebut, selaras dengan rencana pengembangan baterai kendaraan listrik yang menekankan ekosistem terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
Menurutnya, perlu adanya dukungan dari banyak pihak, mulai dari sinergitas BUMN, swasta nasional, pemerintah pusat dan daerah, hingga perusahaan luar untuk transfer teknologi, untuk menuju pemain global industri baterai listrik.
“Dampak investasi tak hanya dirasakan oleh IBC, melainkan juga kita tekankan di BUMN bagaimana investasi harus berkontribusi dalam perekonomian nasional dan daerah serta yang tidak kalah penting, membuka lapangan kerja,” ucap Erick.
Erick menilai akselerasi pengembangan ekosistem industri baterai listrik sangat penting bagi Indonesia. Erick menyebut IBC juga memiliki potensi untuk memperluas kerja sama dengan CBL dan LG Energy Solution di masa yang akan datang.
“Kita di BUMN terbuka dengan kerja sama, apakah itu kemitraan strategis atau dalam bentuk lain, yang penting kerja sama itu harus saling menguntungkan,” ungkap Erick.
Dengan penguatan dan percepatan pengembangan ekosistem industri baterai listrik, ucap Erick, Indonesia nantinya dapat memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan pasar yang besar untuk pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja.
“Kita tidak ingin kekayaan alam hanya dikirimkan ke luar dalam bentuk bahan baku, lalu dijual lagi ke sini dengan harga yang mahal. Kita ingin kekayaan alam dan market yang besar menjadi sumber bagi pertumbuhan dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” kata Erick. (*)
Editor : Fenilya