Indonesiadaily.net – Hari Raya Idul Adha 1444 H jatuh pada Kamis (29/6). Perayaan Idul Adha sekaligus mengenang wujud cinta Nabi Ibrahim terhadap Allah SWT. Bagaimana sejarah qurban Nabi Ibrahim? Berikut penjelasannya.
Kisah Nabi Ibrahim jadi asal muasal Idul Adha. Merangkum NU Online, sejarah qurban dalam Islam berawal dari Nabi Ibrahim AS yang saat itu mendapat mimpi menyembelih putra kesayangannya, yaitu Ismail.
Setelah mendapat mimpi tersebut, Nabi Ibrahim merasa bingung tapi tidak lantas membenarkan dan tidak pula mengingkari. Sebab ia tahu bahwa mimpi itu dari Allah SWT.
Sebagai seorang hamba yang taat pada semua perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim berupaya dan berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk atas mimpinya.
Hasilnya, ia justru kembali mendapat mimpi yang sama hingga ketiga kali, yaitu permintaan menyembelih Ismail yang saat itu masih berusia sekitar 7 tahun.
Nabi Ibrahim segera menemui putranya dan menjelaskan tentang mimpinya itu. Berikut jawaban Ismail yang tertulis dalam Al Quran, ketika memberi izin sang ayah menyembelih dirinya sesuai perintah Allah SWT.
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ (QS As-Saffat ayat 102).”
“Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar’ (QS As-Saffat ayat 102).”
Mendengar jawaban bijak dari anaknya itu, Nabi Ibrahim AS dibuat semakin sedih dan tak kuasa menahan tangis karena bagaimana pun ia adalah putranya yang paling disayang.
Setelah keduanya sepakat melakukan penyembelihan, Nabi Ibrahim membawa Ismail ke Mina dan membaringkannya di atas pelipisnya.
“Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan jika nanti ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatkah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Apabila Engkau telah kembali maka sampaikanlah salam kasihku kepadanya.” (Syekh Muhammad Sayyi Ath-Thanthawi, Tafsir Al-Wasith, Beirut, Darul Fikr: 2005 M halaman 3582).
Sungguh, sebaik-baiknya pertolongan adalah Engkau wahai anakku dalam menjalankan perintah Allah,” (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub: 2000 M], juz XXVI, halaman 138).
Pada saat Nabi Ibrahim AS ikhlas, pisau paling tajam yang digunakan itu tidak mempan untuk menyembelih leher Ismail.
Berkali-kali pisau itu seperti tumpul bahkan tidak meninggalkan bekas apa pun di leher Ismail yang halus dan lembut.
Dalam keadaan itu, Allah SWT memberinya pertolongan sebagaimana bukti keajaiban itu ada dalam surat Al Quran berikut.
“Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, Engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (Surat As-Saffat ayat 104-108).
Dari peristiwa itu, terbukti bahwa Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail adalah sosok yang sangat taat kepada Allah SWT. Oleh karenanya Allah SWT tidak menghendaki penyembelihan itu terjadi, bahkan melarangnya dan mengganti qurban dengan seekor kambing.
Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang kemudian digantikan menjadi hewan domba oleh Allah SWT itulah yang menjadi sejarah qurban Nabi Ibrahim di Hari Raya Idul Adha.(*)
Editor : Nur Komalasari