Indonesiadaily.net – Pandemi Covid-19 yang sempat membuat aktivitas dibatasi, ternyata membuat Australia kekurangan pekerja. Karena selama 2 tahun, Australia menutup perbatasan untuk menahan penyebaran Covid-19, tetapi juga memblokir akses ke pekerja potensial untuk negara tersebut.
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah Australia untuk mendapatkan kembali para pekerja adalah dengan meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini. Jumlah ini meningkat 35.000 orang.
Pengusaha berharap, mereka akan membantu mengisi kesenjangan dalam angkatan kerja, tetapi dengan hampir setengah juta lowongan di seluruh negeri dan tingkat pengangguran 3,4%, level terendah hampir 50 tahun.
Namun, ada masalah lainnya yakni sistem visa di Australia sulit dilalui para imigran dan itu sudah terjadi sebelum pandemi. Bahkan, ada ratusan ribu orang menunggu aplikasi visa mereka diproses, sehingga menciptakan disinsentif bagi pelamar baru yang sangat terampil, yang mungkin mendapatkan penawaran di tempat lain.
“Saya pikir masalah terbesar saat ini sebenarnya adalah membuat orang masuk ke negara itu terlepas dari batasannya. Kami benar-benar bersaing dalam skala global sekarang dengan kekurangan yang dilaporkan di seluruh dunia dan perlu ada pemikiran serius yang diberikan tentang bagaimana kami benar-benar menarik orang ke Australia,” kata Direktur Deloitte Access Economics, Blair Chapman.
Kurangnya migrasi telah menciptakan ‘sakit kepala’ bagi bisnis, sampai memaksa beberapa untuk mengurangi jam atau layanan mereka. Petani tidak dapat menemukan cukup banyak pekerja untuk memetik hasil panen mereka, staf rumah sakit bekerja lembur, dan pekerja konstruksi terjepit di beberapa lokasi kerja.
“Ini menyeluruh. Kami mencari orang-orang di bidang TI, orang-orang di perhotelan, dalam layanan profesional, pekerja penitipan anak, pekerja perawatan lanjut usia, konstruksi,” ucap Direktur Easymigrate, Zahan Mistry.
Perdana Menteri Asutralia, Anthony Albanese mengatakan, pemerintahan Partai Buruhnya yang baru mewarisi tumpukan satu juta aplikasi visa yang sedang diselesaikan oleh para pejabat.
“Banyak dari mereka (adalah) karyawan atau calon karyawan yang memiliki perjanjian dengan majikan untuk pekerjaan … dan mereka telah menunggu,” katanya.
Ekonomi negara telah pulih dari pandemi dan meskipun biaya hidup meningkat, pada inflasi 6,1% masih lebih rendah daripada di Inggris dan Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan Australia harus mampu bersaing dengan Kanada dan Selandia Baru dalam hal pekerja terampil, tetapi ternyata tidak karena kerasnya kebijakan imigrasi Australia, serta sistem visa bisa sangat lambat, membuat berkurangnya para pekerja migran. (*)
Editor : Pebri Mulya